Tawadhu' Dan Menundukkan Sayap — Yakni Merendahkan Diri — Kepada Kaum Mu'minin
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan tundukkanlah
sayapmu - yakni rendahkanlah dirimu -kepada kaum mu'minin." (al-Hijr:
88)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Hai orang-orang yang
beriman, barangsiapa yang surut kembali dari agamanya - yakni
menjadi orang murtad, maka
Allah nanti akan mendatangkan kaum yang dicintai olehNya dan
merekapun mencintai Allah.
Mereka itu bersikap merendahkan diri kepada kaum mu'minin dan
bersikap keras terhadap
orang-orang kafir." (al-Maidah: 54)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Hai sekalian
manusia, sesungguhnya Kami - Allah - menciptakan engkau semua itu dari jenis
lelaki dan wanita dan
menjadikan engkau semua berbangsa-bangsa serta berkabilah-kabilah, agar
supaya engkau semua saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang termulia di antara engkau
semua di sisi Allah ialah
orang yang bertaqwa dari kalanganmu itu." (al-Hujurat: 13)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Janganlah engkau
semua melagak-lagakkan dirimu sebagai orang suci. Allah adalah lebih
mengetahui kepada siapa
yang sebenarnya bertaqwa." (an-Najm: 32)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan orang-orang yang
menempati a'raf - tempat-tempat yang tinggi-tinggi - itu berseru
kepada beberapa orang yang
dikenalnya karena tanda-tandanya, mereka mengatakan: "Apa yang telah
engkau semua kumpulkan dan
apa yang telah engkau semua sombongkan itu tidaklah akan
memberikan pertolongan
kepadamu. Inikah orang-orang yang telah engkau semua persumpahkan,
bahwa mereka tidak akan
mendapatkan kerahmatan dari Allah? Kepada mereka itu dikatakan:
"Masuklah engkau
semua dalam syurga, engkau semua tidak perlu merasa ketakutan dan tidak pula
bersedih hati." (al-A'raf: 48-49)
600. Dari 'lyadh bin Himar r.a., katanya:
"Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah memberikan wahyu
kepadaku, hendaklah engkau semua
itu bersikap tawadhu', sehingga tidak ada seseorang
yang membanggakan dirinya di atas
orang lain - yakni bahwa dirinya lebih mulia dari
orang lain - dan tidak pula seseorang itu
menganiaya kepada orang lain - karena orang yang
dianiaya dianggapnya lebih hina dari
dirinya sendiri." (Riwayat Muslim)
601. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Tidaklah sedekah itu akan mengurangi dari harta
seseorang dan tidaklah Allah
menambahkan seseorang itu dengan pengampunan melainkan
ditambah pula kemuliaannya
dan tidaklah seseorang itu bertawadhu' karena
mengharapkan keridhaan Allah, melainkan
Allah akan mengangkat derajat orang itu."
(Riwayat Muslim)
602. Dari Anas r.a. bahwasanya ia berjalan melalui
anak-anak, kemudian ia
memberikan salam kepada mereka ini dan berkata:
"Nabi s.a.w. juga melakukan sedemikian."
(Muttafaq 'alaih)
603. Dari Anas r.a. pula, katanya: "Bahwasanya
ada seorang hambasahaya wanita dari
golongan hambasahaya wanita yang ada di
Madinah mengambil tangan Nabi s.a.w. lalu wanita itu
berangkat dengan beliau s.a.w.
ke mana saja yang dikehendaki oleh wanita itu."
Ini menunjukkan bahwa beliau s.a.w. selalu
merendahkan diri. (Riwayat Bukhari)
604. Dari al-Aswad bin Yazid, katanya: "Saya
bertanya kepada Aisyah radhiallahu
'anha, apakah yang dilakukan oleh Nabi s.a.w. di
rumahnya?" Aisyah menjawab: "Beiiau
s.a.w. melakukan pekerjaan keluarganya - yakni
melayani atau membantu pekerjaan
keluarganya. Kemudian jikalau datang waktu shalat,
lalu beliau keluar untuk mengerjakan
shalat itu." (Riwayat Bukhari)
605. Dari Abu Rifa'ah yaitu Tamim bin Usaid r.a.,
katanya: "Saya sampai kepada Nabi
s.a.w. dan waktu itu beiiau sedang berkhutbah, lalu
saya berkata: "Ya Rasulullah, ada
seorang yang gharib - asing yakni bukan penduduk
negeri itu - datang untuk menanyakan
agamanya yang ia tidak mengerti apakah agamanya
itu." Rasulullah s.a.w. lalu menghadap
kepada saya dan meninggalkan khutbahnya, sehingga
sampailah ke tempat saya. Beliau s.a.w.
diberi sebuah kursi kemudian duduk di situ dan
mulailah mengajarkan pada saya dari apaapa
yang diajarkan oleh Allah padanya. Selanjutnya beliau
mendatangi tempat khutbahnya
lalu menyempurnakan khutbahnya itu." (Riwayat
Muslim)
606. Dari Anas r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w.
apabila makan sesuatu makanan,
maka beiiau itu menjilati jari-jarinya yang tiga -
yakni ibu jari, telunjuk dan jari tengah. Anas
berkata: "Rasulullah bersabda: "Jikalau
suapan seseorang dari engkau semua itu jatuh, maka
buanglah dartpadanya itu apa-apa yang kotor dan
setelah itu makanlah dan janganlah
ditinggalkan untuk dimakan syaitan - yang masih bersih
tadi. Beiiau s.a.w. juga menyuruh
supaya bejana tempat makanan itu dijilati pula. Beiiau
bersabda: "Sesungguhnya engkau
semua tidak mengetahui dalam makanan yang manakah yang
disitu ada berkahnya."
(Riwayat Muslim)
607. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya:.
"Tiada seorang Nabipun yang diutus oleh Allah,
melainkan ia tentu menggembala
kambing." Para sahabatnya bertanya: "Dan
tuan?" Beiiau s.a.w. menjawab: "Ya, saya juga
menggembala kambing itu, yaitu di Qararith. Kambing
itu kepunyaan penduduk Makkah."
Arti Qararith periksalah dalam Hadis no. 598. (Riwayat
Bukhari)
608. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., katanya:
"Andaikata saya dipanggil
untuk mendatangi jamuan berupa kaki bawah atau pun
kaki atas - maksudnya baikpun
makanan yang tidak berharga ataupun yang amat tinggi
nilainya, niscayalah saya akan
mengabulkan undangan itu. juga andaikata saya diberi
hadiah berupa kaki atas atau kaki
bawah, niscayalah saya suka menerimanya."
(Riwayat Bukharj)
609. Dari Anas r.a. katanya: "Adalah untanya
Rasulullah s.a.w. itu diberi nama 'Adhba',
tidak pernah didahului atau hampir tidak dapat
didahului. Maka datanglah seorang A'rab
duduk di atas kendaraan yang dinaikinya, kemudian
mendahului unta beliau s.a.w. itu. Hal
itu dirasakan berat sekali atas kaum Muslimin - yakni
kaum merasa tidak senang terhadap
kelakuan orang A'rab tadi -A'rab ialah orang yang
berdiam di negeri Arab bagian pedalaman.
Hal itu - yakni keberatan kaum Muslimin tadi
-diketahui oleh beliau s.a.w., kemudian beliau
bersabda: "Adalah merupakan hak Allah bahwasanya
tidaklah sesuatu dari keduniaan itu
meninggi, melainkan pasti akan diturunkannya,"
maksudnya bahwa harta atau kedudukan
itu jikalau sudah mencapai puncak ketinggiannya dan
tidak digunakan sebagaimana
mestinya tuntunan agama, pasti akan diturunkan kembali
oleh Allah. (Riwayat Bukhari)
Komentar
Posting Komentar