Selalu Terpisahkan ( life stories )
Haruskah aku menutup kehidupanku agar tidak ada orang lain memasuki kehidupanku. lalu sampai kapan??
Pertanyaan itu yang selalu ada di benakku saat aku menyadari aku sendirian tanpa kekasih, tanpa sahabat maupun teman, hanya saudara yang kerap datang dalam kehidupanku, itupun hanya sekilas saja.
Cukup sudah aku merasakan perihnya, pahitnya perpisahan dengan orang-orangku.
Pertama kali aku berpisah dengan keluargaku, kakaku (teman berantem bermain dan teman rebutan hal-hal yang sebenarnya tidak penting), Ibuku, ayahku yang selalu memarahiku karena aku sangat bandel, nakal dan membangkan. Karena aku harus tinggal di rumah kakek/neneku dari Ibu, aku merasa terbuang meskipun aku di sana di perlakukan bagai anak tunggal kesayangan mereka.
Apalagi ada Uwak (paman) yang sangat menyayangiku, dan selalu menasehatiku. Setelah lama aku merenungi perpisahan dengan keluargaku, akhirnya aku bisa hidup seperti biasa melupakan semuanya dan mulai beradaptasi dengan sekitar, meskipun keluargaku setahu sekali menengokiku namun aku tidak menuntut apapun karena aku punya segalanya, orang yang menyayangiku, sahabat, teman, dan bahkan aku orang yang paling beruntung di sekolah tempatku. Aku selalu memiliki mainan ataupun hal-hal yang banyak teman-teman sekolahku tidak memilikinya.
Uwakku sangat menyayangiku lebih dari anak-anaknya, sampai ada beberapa anak Beliau yang iri hati sama saya, padahal saya hanya anak kecil yang terpisahkan, lebih tepatnya di asingkan tanpa alasan yang saya ketahui.
Saya tidak tau kenapa begitu banyak orang yang menyukai/menyayangi saya? Apa karena kasihan sama saya karena masih kecil karena baru usia 5 tahun saya sudah jauh dari orang tua “mungkin”. Apa karena saya anak yang baik, Pintar, Rajin dan lucu dan imut. “Tak mungkin, tapi Amin sajalah gak apa-apa”.
Baru sekitar 2 tahun lebih saya hidup jauh dari orang tua, dan Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SD, ada beberapa mahasiswa/i dari Kampus negri Bandung“Katanya” yang KKN ke Desa kami, mereka sering bersosialisasi dengan masyarakat, ada yang mengajari kami mengaji, ada yang mengajar di sekolah, dan berbagai kegiatan mereka lakukan di kampung kami. Salahsatu dari mereka ada seorang mahasiswa yang entah atas dasar apa dia mengaku saudara saya “padahal saya saja tidak kenal, kakek nenek saya juga tidak kenal” _aneh kan?_ dia selalu menggendong saya, mengasih uang jajan sama saya, kalo ketemu di sekolahdan bahkan selalu menyapa saya jika kami ketemu di jalan.
Saya tidak ada sambutan hangat bagi dia “maklum saya masih kecil dan tidak tau apa itu kenalan, sahabat dan keuarga” Namun saat mereka selesai KKN di Desa kami dan mereka akan kembali ke Kampusnya di Bandung tiba-tiba saya menangis sambil berlari pulang ke rumah Nenek saya ”maklum anak kecil jadi saya nangis sambil teriak-teriak dan membanting apapun yang ada di kamar saya” itulah perpisahan ke dua yang paling menyakitkan dalam Hidup saya, dan terpahat rapih di memori hidup saya.
. Dan sampai sekarang (2013) sudah 20 Tahun saya tidak pernahBertemu dengannya, saya ingin mencari dia hanya untuk mengatakan Terima kasih, dan ingin tau Namanya. Saya selalu merindukan dia, dan seakan abadi cerita tentang dia, dalam kehidupan saya.
Pernah suatu kali saya mencari jejak dia, namun semuanya hanya nihil, dan saya hanya dapat membalas semua kebaikannya dengan doa saja. Karena saya tidak tau nama, alamat dan nama kampus dia dulu kuliah.
Setelah 5 Tahun saya menjalani Hidup dengan kakek/Nenek dan juga Uwak Saya, dan setelah saya memiliki beberapa Sahabat, banyak teman, tempat favorit dan lainnya.
Saya harus Meninggalkan semuanya, karena saya akan tinggal dengan Keluarga Saya mungkin untuk selamanya. Meskipun setahun sekali (ketika Idul Fitri tiba) kami sekeluarga akan menemui kakek, nenek, uwak dan semua yang saya kenal di desa tempat Nenek.
Ini bukanlah perpisahan yang menyakitkan yang terpahit dalam hidupku, namun semuanya hilang satu persatu dan perlahan lenyap bagai abu yang tertiup angin, kaken, nenek dan Uwakku tak lama dari kejadian itu satu persatu telah Tuhan ambil. Membuat saya tidak memiliki alasan untuk pergi ke Desa tempat Nenek, dan tentu saja saya juga tidak bisa bertemu dengan sahabat/teman lama saya karena mereka sudah tidak mengenali saya sekarang. Dan saya harus memulai Hidup baru yang sesungguhnya dengan keluargaku, dan lingkungan (tanah dimana saya di lahirkan).
Pertanyaan itu yang selalu ada di benakku saat aku menyadari aku sendirian tanpa kekasih, tanpa sahabat maupun teman, hanya saudara yang kerap datang dalam kehidupanku, itupun hanya sekilas saja.
Cukup sudah aku merasakan perihnya, pahitnya perpisahan dengan orang-orangku.
Pertama kali aku berpisah dengan keluargaku, kakaku (teman berantem bermain dan teman rebutan hal-hal yang sebenarnya tidak penting), Ibuku, ayahku yang selalu memarahiku karena aku sangat bandel, nakal dan membangkan. Karena aku harus tinggal di rumah kakek/neneku dari Ibu, aku merasa terbuang meskipun aku di sana di perlakukan bagai anak tunggal kesayangan mereka.
Apalagi ada Uwak (paman) yang sangat menyayangiku, dan selalu menasehatiku. Setelah lama aku merenungi perpisahan dengan keluargaku, akhirnya aku bisa hidup seperti biasa melupakan semuanya dan mulai beradaptasi dengan sekitar, meskipun keluargaku setahu sekali menengokiku namun aku tidak menuntut apapun karena aku punya segalanya, orang yang menyayangiku, sahabat, teman, dan bahkan aku orang yang paling beruntung di sekolah tempatku. Aku selalu memiliki mainan ataupun hal-hal yang banyak teman-teman sekolahku tidak memilikinya.
Uwakku sangat menyayangiku lebih dari anak-anaknya, sampai ada beberapa anak Beliau yang iri hati sama saya, padahal saya hanya anak kecil yang terpisahkan, lebih tepatnya di asingkan tanpa alasan yang saya ketahui.
Saya tidak tau kenapa begitu banyak orang yang menyukai/menyayangi saya? Apa karena kasihan sama saya karena masih kecil karena baru usia 5 tahun saya sudah jauh dari orang tua “mungkin”. Apa karena saya anak yang baik, Pintar, Rajin dan lucu dan imut. “Tak mungkin, tapi Amin sajalah gak apa-apa”.
Baru sekitar 2 tahun lebih saya hidup jauh dari orang tua, dan Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 2 SD, ada beberapa mahasiswa/i dari Kampus negri Bandung“Katanya” yang KKN ke Desa kami, mereka sering bersosialisasi dengan masyarakat, ada yang mengajari kami mengaji, ada yang mengajar di sekolah, dan berbagai kegiatan mereka lakukan di kampung kami. Salahsatu dari mereka ada seorang mahasiswa yang entah atas dasar apa dia mengaku saudara saya “padahal saya saja tidak kenal, kakek nenek saya juga tidak kenal” _aneh kan?_ dia selalu menggendong saya, mengasih uang jajan sama saya, kalo ketemu di sekolahdan bahkan selalu menyapa saya jika kami ketemu di jalan.
Saya tidak ada sambutan hangat bagi dia “maklum saya masih kecil dan tidak tau apa itu kenalan, sahabat dan keuarga” Namun saat mereka selesai KKN di Desa kami dan mereka akan kembali ke Kampusnya di Bandung tiba-tiba saya menangis sambil berlari pulang ke rumah Nenek saya ”maklum anak kecil jadi saya nangis sambil teriak-teriak dan membanting apapun yang ada di kamar saya” itulah perpisahan ke dua yang paling menyakitkan dalam Hidup saya, dan terpahat rapih di memori hidup saya.
. Dan sampai sekarang (2013) sudah 20 Tahun saya tidak pernahBertemu dengannya, saya ingin mencari dia hanya untuk mengatakan Terima kasih, dan ingin tau Namanya. Saya selalu merindukan dia, dan seakan abadi cerita tentang dia, dalam kehidupan saya.
Pernah suatu kali saya mencari jejak dia, namun semuanya hanya nihil, dan saya hanya dapat membalas semua kebaikannya dengan doa saja. Karena saya tidak tau nama, alamat dan nama kampus dia dulu kuliah.
Setelah 5 Tahun saya menjalani Hidup dengan kakek/Nenek dan juga Uwak Saya, dan setelah saya memiliki beberapa Sahabat, banyak teman, tempat favorit dan lainnya.
Saya harus Meninggalkan semuanya, karena saya akan tinggal dengan Keluarga Saya mungkin untuk selamanya. Meskipun setahun sekali (ketika Idul Fitri tiba) kami sekeluarga akan menemui kakek, nenek, uwak dan semua yang saya kenal di desa tempat Nenek.
Ini bukanlah perpisahan yang menyakitkan yang terpahit dalam hidupku, namun semuanya hilang satu persatu dan perlahan lenyap bagai abu yang tertiup angin, kaken, nenek dan Uwakku tak lama dari kejadian itu satu persatu telah Tuhan ambil. Membuat saya tidak memiliki alasan untuk pergi ke Desa tempat Nenek, dan tentu saja saya juga tidak bisa bertemu dengan sahabat/teman lama saya karena mereka sudah tidak mengenali saya sekarang. Dan saya harus memulai Hidup baru yang sesungguhnya dengan keluargaku, dan lingkungan (tanah dimana saya di lahirkan).
Komentar
Posting Komentar