Egoisnya Cintaku ( life stories )
Saat pertama aku
bertemu dengannya, memang bias di bilang aku jatuh cinta pada pandangan
pertama. Namun aku bertingkah biasa-biasa saja, mana mungkin aku merasa luar
biasa hanya pertama kali bertemu dengan orang asing, yang tak ku kenal
asal-usulnya.
Namun seiring
berjalannya waktu kami selalu di pertemukan, ya, memang takdir profesi saya
mengaharuskan selalu bertemu dengannya.
Di selalu terlihat
pantas mengenakan apapun (memang orang Cantik akan selalu Cantik meskipun dia
baru bangun dari Tidurnya). Dia sangat alim untuk ukurang Wanita Kota di jaman
sekarang ini. Apa lagi background dia (saya tidak mau mengungkit masa lalunya
yang sangat kelam).
Dari awal perjumpaan
saja saya sudah salut kagung sama dia, dia sosok wanita sempurna yang di
idamkan semoa Lelaki untuk di jadikan seorang Istri. Senyumnya, canda tawanya,
sikapnya dan semuanya seakan sangat sempurna di mataku. Yah memang jika kita
mencintai seorang Wanita maka apapun akan terlihat sempurna, tanpa ada cacat
sedikitpun yang akan kita lihat, atau ke cacatan itu akan tertutupi dengan
semua ke indahan dan rasa Kagum yang sangat menumbuhkan Cinta.
Semua itu tidak
seberapa dengan saat kami saling tukar nomer Handphone (HP), karena saat dia
meminta pin BB aku hanya tersenyum (gak punya BB). Kami sering smsan hingga
larut malam, kadang pagi-pagi juga kami sudah sering smsan, untuk ukuran Wanita
apa tidak baik jika mengobrol dengan lelaki hingga larut malam (meskipun
melalui smsan), namun dia menjawab “selama itu baik dan tidak melawan hokum
agama ya, mangga”.
Aku tak tau
asal-usulnya dia, kau juga tidak pernah mencari tau dan memang tidak ingin tau,
yang ku mau hanya biarkanlah berjalan dengan sendirinya dengan bersama
menjelajahi samudera takdir indah ini.
Meskipun jarang bertemu
(sudah pisah tempat kerja) namun bukan berarti putus komunikasi, memang jarak
dan waktu selalu merubah perasaan dan kepercayaan, namun tidak bagi kami,
meskipun kami tidak ada ikatan ataupun Hubungan (katanya ngaku berteman saja),
namun akulah yang selalu merasa memiliki
dia dan memang ingin memilikinya dengan utuh.
Celakanya dia tidak ada
sedikitpun rasa seperti rasaku padanya, namun aku tidak mempedulikan semua itu
sampai suatu hari aku menyatakan akan semua yang ku rasakan dan ku inginkan.
Diam tanpa kata dan
hanya suasana hening yang terjadi saat itu, aku hanya mendapatkan sebuah
tamparan keras yang begitu menyakitkan, bukan karena tamparan itu namun karena
kata-katanya yang dia katakana sambil tersenyum entah meledek ataukah kecewa
“aku sudah punya suami dan anak”.
Selama ini dia tau
kalau aku sangat mencintai dan menginginkannya, namun dia selalu menyangkal
semua itu karena dari awalpun kami memang hanya rekan kerja dan dia mengira aku
tau kalau dia sudah memiliki seorang suami dan anak.
Dan aku megatakan 3
kata “aku suka kamu” diapun menjaab dengan 3 kata “aku sangat kecewa”
Itulah obrolan kami
yang terakhir dan selamanya mungkin akan menjadi yang terakhir.
Komentar
Posting Komentar