Kisah Kehidupan Persahabatan Dalam islam ( Life stories )


Perkenalkan nama saya Arif, saya ingin berbagi kisah hidup saya. Dimana semuanya telah berubah tidak seperti yang akan saya ceritakan saat ini. cerita Dimana semuanya sudah seperti harapan dan cita-cita saya sejak dulu.
Saya tinggal di sebuah Kota kecil, kota yang kebanyakan buruh pabrik, atau pekerja swasta, kota yang lebih pantas di sebut sebuah desa, karena kebanyakan di sekaliling masih banyak pepohonan, dan juga sawah, dan juga Huma ( kebun pertanian) yang terhampar luas sejauh mata memandang. Ah entahlah bagaimana mungkin ini di sebut kota?  memang ini adalah kampung hanya saja saya berada di perumahan yang menurut warga setempat rumah saya berada di kawasan rumah orang Elite (mungkin ekonomi Sulit). Saya tinggal di Rumah mewah memang, namun itu bukan Rumah saya sendiri, melainkan Rumah Dinas (inventaris) dari perusahaan dimana saya mengabdikan diri untuk bekerja.
Sebenarnya saya berasal dari keluarga yang memang kurang mampuh, Diakmpung terpencil daerah Bandung barat. namun dari kecil saya selalu merasa sakit hati atas perlakuan saudara-saudar jauh kami terhadap Ibu, ayah dan keluarga kami, karena dari  keluarga besar kakek /  nenek hanya keluarga kami yang memang tidak memiliki barang-barang tanda kekayaan seperti Mobil, Pekerjaan dengan gajih besar, usaha milik sendiri dan lainnya. Orang tua saya hanya memiliki 4 kambing dan 6 bidang Sawah, selain itu keluarga kami hanya memiliki sepeda Motor saja itupun dengan pembayaran cicilan 3 tahun, dan bergantian bila kami memakainya.
Rasa sakit hati itu membuat saya semakin giat belajar, dan bekerja, bukan untuk membalas dendan, ataupun sakit hati, namun hanya untuk membuat orangtua saya bangga dan tidak bersedih karena perlakuan saudara-saudara kami. Meskipun orangtua kami tidak memintanya dan tidak pernah merasa sakit hati karena perlakuan mereka, karena ini saja sudah bersyukur, kata mereka jika saya menceritakan niat dan tujuan saya.
Dan sekarang saya telah bekerja di perusahaan orang asing, dengan penghasilan di atas rata-rata pegawai kantoran, saya telah mulai menyicil mobil untuk saya pakai, meskipun ada Mobil dinas, namun saya lebih memilih memakai mobil sendiri, dan pertengahan tahun depan insya Alloh Mobil saya ini Lunas.
Sejak anak-anak saya sudah didik tentang ilmu pengetahuan agama islam, namun karena saya dari dulu hidup di jaman Modern, jauh dari orangtuan (jarang bertemu) dan di kota metropolitan yang dimana laki-laki dan perempuan sama. Dimana Uang adalah segalanya, karena tanpa uang kita tidak ada apa-apanya. Kota dimana satusama lain tidak peduli dan hidup masing-mansing, kota dimana ke egoisan merajarelal, kota dimana melakukan kebaikan di curigai, dan Kota sejuta harapan. Tanpa bayangan, dan ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri.
Saya terlahir memang sebagai orang yang beragama Islam (Muslim), namun saya sendiri tidak tau Islam itu seperti apa? Dan apa saja yang boleh dan tidak boleh di lakukan oleh Orang Islam?, bagi saya Islam itu bukan Pilihan, karena Orang tua saya Islam, jadi saya terlahir sebagai Islam juga. Saya seperti orang Bodoh yang hanya mengekor kepada agama Orangtua saya, mungkin Agama nenek moyang saya juga. Padahal dari kecil orangtua saya dan ustadz selalu mengajarkan saya teori dan praktek ibadah sehari-hari, doa-doa, membaca Quran daal sebagainya. Namun sekarang yang tersisa dari semua itu hanyalah membaca Quran, ya, saya masih bisa jika suatu saat saya membaca Quran, namun yang lainnya saya sudah lupa L. Astagfirulloh!!!
Dalam agama Islam ada Tuhan, yang memang tuhan itu hanya satu yaitu dia الله . namun saya tidak tau siapa itu الله tanpa mencari tau. Saya hidup bagaikan binatang, dimana saya hidup hanya melakukan yang saya sukai tanpa saya peduli itu halal / Boleh atau Haram / dilarang. Saya hidup mengikuti arus yang sudah ada di Kota tempat saya bekerja dan tinggal, meskipun saya berasal dari kampung, namun saya tidak kental tentang ajaran agama. Saya terlalu nakal untuk belajar ilmu pengetahuan Agama.
Setiap pulang kampung, saya selalu di nasehati Orangtua tentang kehidupan yang seharusnya, sesuai aturan Agama, saya hanya diam tanpa berbicara ataupun bertanya. Ketika saya pulang kampung dan selama saya berada di sana seminggu bahkan sampai 2 minggu. Saya selalu mengikuti adat / tradisi di kampung halaman saya, memang sangat berlawanan dengan di Kota dimana saya bekerja dan saya tinggal.
Namun semua itu berubah ketika saya mengenal seorang OB (Office Boy) yang bernama Rendi, dia berasal dari daerah kampung saya tetangga Kabupaten .dari penampilannya Rendi sangat berbeda dengan OB yang lainnya selalu rapih dan juga dari dia berbicara dia seperti orang yang berpendidikan, dia sering membantu teman-temannya yang lagi kesusahan, itu kata teman-teman kerjanya. Memang saya sering melihat dia di mushola, saya bisa mengatakan kalau dia rajin Solat.
Suatu hari, pada hari selasa pagi saya datang lebih pagi karena death line dengan kerjaan yang kemarin belum selesai juga. Saya ke Pantri mencari susu instan atau teh, namun air panasnya habis “owh fuck!” saya ke toilet  untuk mencuci tangan soalnya di pantry air kerannya mati. Saat saya keluar dari toilet saya melihat ada OB yang sedang mengelap kaca. Saya menghampiri Ob itu “oh kamu toh Rend” kaget saya, pagi-pagi buta udah ada OB di office!
Saya menyuruh Rendi membelikan saya sarapan, saya suruh dia beli 2 porsi, saya yakin dia juga belum sarapan. “kembaliannya ambil saja, dan yang satunya lagi buat kamu. Thks banget ya” ucap saya tanpa basa-basi saat Rendi mengasih kembaliannya.
Gw : “gan mau kemana?”
Rendi : “mau bekerja lagi Mas”
Gw  : “ini baru jam 6 pagi kali, sarapa aja dulu sekalian temenin gw ngobrol”
Rendi : “tapi. . .
Gw : “udah gak ada tapi-tapian”
Dari situlah kami ngobrol selayakanya sesama teman, seakan jarak kami tidak ada perbedaan antara OB sama Accounting. Kami membicarakan tentang cerita kami masing-masing secara bergantian, apalagi kampung kami sama daerah jawa barat dengan bahasa yang sama Sunda.
Rendi itu ternyata anak seorang Ustadz, dia dari kecil memang tinggal di pesantren, dan lebih fokus ke pelajaran Agama dan mengsampingkan pelajaran Sekolah. Sebelum bekerja menjadi OB dia mengajar di pesantren di kampung halamannya, namun karena faktor ekonomi ( karena mengajar di pesatren memang tidak di gaji, dan tidak memunggut biaya, karena para santrinya juga masuk dan tinggal di pesantren dengan Gratis). Apalagi setelah Ayahnya meninggal, maka si rendi menjadi tulang punggung keluarganya. Apalagi dua adiknya masih memerlukan banyak biaya sekolah dan kebutuhan di pesantrennya.
Semenjak kami ngobrol beberapa minggu yang lalau. Jadi Terfikir di benaku bagaimana kalao si Rendi ini ku jadikan Guru Private ngaji saya. Ketika saya menawarin dia menjadi pembimbing agama saya dia sangat setuju, kapan saja dia bisa dia mau aja. Tapi masalahnya Rendi tidak mau saya gaji, katanya ilmunya itu untuk di bagikan sesama orang muslim yang ingin belajar agama, dan dia tidak mau menukar atau menjualnya pada siapapun itu.
“gak apa-apa anggap aja ini bonus atau apalah gitu” kata saya saat menyodorkan uang dalam amplop.
“wah, saya di suap nih sama bapak atasan” candanya dan kami pun tersenyum
“hus enggaklah tapi di Beli ha ha ha”
“gak usah pak saya kan bawahan bapak juga, anggap aja ini terima kasih saya”
“hah? Saya tidak kenal kamu, mana mungkin saya jadi atasan kamu!”
“owh begitu ya” dia agak bingung sambil menggaruk-garuk kepala bagian belakang yang gak gatal.
“kamu tinggal dimana? Biar saya antar jemput deh?” saya masih tetap ngotot gak mau berhutang budi sama si Rendy.
“gak usah Pak, saya kost di belakang kantor ini, deket kok” kata dia sambil menunjukan ke belakng dia.
“hm,  bagaimana kalo saya bayarin deh Kost kamu 6 bulan kedepan gimana?” saya tidak mau kalah.
“aduh pak maaf bukanya apa-apa, 2 bulan lagi kost tempat saya mau di gusur jadi saya harus pindah segera”
“ups sorry Rend saya harus berangkat ada meeting sama pak Riyo, ini kartu nama saya, nanati smskan no kamu ya” saya langsung pergi ke meeting room, ‘jangan lupa” saya menengok Rendi dan berkata tanpa suara karena sudah jauh dari dia.
“Rif, si Rendi OB itu tetangga kamu ya?” Neina tiba-tiba menanya seperti itu
“hah? Owh gak juga sih, Cuma sama-sama Orang sunda, emang kenapa?”
“ah enggak kok, dia itu tinggal di masjid komplek rumah saya, saya kira di orang komplek Rumah saya”
“ah yang bener kamu Nein?” saya kaget.
“sumpah berani samber gledek” kata Neina sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya  “kata Bokap saya sih dia memang selalu bantuin pak Tasman pengurus masjid”
Seperti biasa malam sabtu awal bulan, saya menjadwalkan belajar Agama sama Rendi di Rumah saya, karena saya masih merasa malu udah se tua ini baru belajar Agama / ngaji. Kami belajar tidak begitu lama paling lama 2 jam.karena kalo kemaleman kasian di gak ada angkot, jadi harus naik Ojeg, lumayan jauh dari Rumah saya ke Komplek rumahnya si Neina sekitar 6 KM mungkin.
“nginap aja di sini kali-kali Rend” saya menawarkan
“enggak pak makasih, saya gak enak hati kalo menginap”
“lha kenapa?”
“takut keterusan” candanya sambil tertawa-tawa kami.
“owh ya, kata Neina kamu tinggal di Masjid komplek perumahan Neina ya?”
“iya pak, saya pernah bertemu Dengan bu Neina sekali aja”
“Rend kamu tinggal di rumah saya saja, kan ada 4 kamar, ya meskipun kecil.”
“gak usah pak saya takut merepotkan nantinya” dia masih melihat-lihat sekeliling ruangan Rumah saya.
“udah disini saja ya, biar saya ada temannya, terus saya kan bisa nanya-nanya Agama sama kamu. Bagaimana?” dia tidak menjawabnya hanya diam tersenyum “gini aja Rend, kamu tinggal di Rumah saya aja, gak apa-apa kamu beres-beres juga, sekalian bantuin mbak Minah” mbak Minah pembantu yang datang jam 7 pagi, sebelum saya berangkat ke kantor, dan dia pulang jam 6 sore setelah saya pulang dari kantor.
Rendi masih terdiam entah dia setuju dengan usul saya, atau dia tetap mau tinggal di masjid sementara sampai mendapatkan tempat kost. “ini pertama dan terakhir saya menawarkan ini ya, katanya tidak boleh menolak kebaikan?” saya menguatkan tawaran saya.
“ya sudah nanti saya mau pamit dulu sasma pak Tasman ya pak” akhirnya rendi menyetujuinya. “kapan kamu mulai pindahannya, biar saya bisa bantuin kamu pindahan?” saya memastikan dia pindah segera.
“insya الله 3 hari lagi pak”
“oke berarti hari minggu ya, sore apa siang?” saya masih memastikan dia pindah dengan segera.
“sore saja ya pak, biar saya bisa beres-beres dulu”

3 hari kemudian.
Dari siang memang saya sudah berada di komplek perumahan Neina, tentu saja saya dari siang memang sudah di rumahnya Neina, bersantai. Karena memang minggu ini tidak ada acara ataupun kegiatan apa-apa. “Rif, si Rendi itu di sukai warga komplek Rumah saya ini lho” Neina membuka percakapan.
“kok bisa?”
“iya si Rendi itu ramah sama warga sini, dia selalu menyapa siapa saja yang bertemu di jalan, terus dia juga pintar Agama nya kuat”
“karena itu Nein, saya mengajak dia tinggal di Rumah saya, biar saya bisa belajar Agama sama dia, sekalian biar Rumah gak kosong ha ha ha ha”
“owh, kirain biar dia kamu jadikan OB juga di rumah, ha ha kalo itumah keterlaluan”
Lalu saya berangkat ke Masjid untuk menjemputnya, sesampai disana si Rendi sudah siap, ternyata barang-barang dia Cuma sedikit, tidak seperti yang saya kira. Semua barang-barang dia bungkus Hanya dengan Karton  (kardus bekas Mie instan) sebanyak 4 box, dan beberapa Buku, pakaiannya sudah dia masukan kedalam Tas yang dia gendong. Setelah saya salaman dan pamit sama pak Tasman, kami langsung melaju menuju Rumah.
”kamarmu di atas sebelah kanan ya, sebelah kiri itu kamar Tamu” ucap saya sambil menunjukan tangga naik ke lantai 2. Lalu Rendi naik membawa barang-barangnya, saya sudah lelah, jadi tidak bisa membantunya.
Meskipun kami satu rumah, dan satu kantor namun kami belum pernah berangkat bareng. Rendi sealu berangkat ke tempat kerjanya sendiri dan lebih dulu di bandingkan dengan saya. Saya tidak tau OB masuk kerjanya jam berapa, setahu saya kami anak Office masuk kerja semuanya sudah rapih dan bersih, mungkin OB masuk sejam sebelum kami masuk.kadang kalau saya banyak kerjaan di kantor dan mengharuskan saya lembur, Rendi selalu menemani saya, membautkan saya teh / susu, dan kadang juga dia membelikan makanan malam.
Lama kelamaan Rendi seperti asisten saya saja, di rumah dia bisa melakukan apapun, mulai memperbaiki genteng yang bocor, pintu, lemari dan listrik sekalipun dia mampuh memperbaikinya. Terlebih lagi dia pandai memasak, katanya selama di pesantren dia belajar hidup mendiri, makanya semua ilmunya itu dia dapat di pesantren.
Semenjak Rendi tinggal di Rumah saya, saya belajar Agama, termasuk mengaji jadi sering, kadang 2 hari sekali, dan kadang tiap habis solat Subuh. Saya sering mendengar dia membukakan pintu, ketika hendak solat Subuh berjamaah ke Masjid. Saya selalu memintanya untuk membangunkan saya agar saya dapat solat subuh berjamaah di Masjid, namun kenapa dia tidak berani membangunkan saya. “bapak tidak bangun kalau saya bangunkan” katanya, ketika saya tegur kenapa dia berangkat ke Masjid sendirian.
Alhamdulillah semenjak Rendi tinggal di Rumah saya, saya sendiri jadi banyak perubahan, setiap waktu Subuh selalu bangun, rajin membaca Quran, dan belajar agama islam. Dan teman-teman wanitaku juga jadi jarang menginap di rumah saya. Terutama Neina.
Tidaka terasa kami tinggal serumah sudah hampir 7 bulan. Alhamdulillah pelajaran Agama yang saya pelajari dari Rendi banyak kemajuan, saya jadi banyak pengetahuan agama, hukum syara dan lain sebagainya. Di kantor juga sekarang saya sudah mulai tidak tenang jika tidak melakukan Solat, jadi saya selalu membiasakan diri Solat awal waktu.
Banyak anak-anak teman sekantor saya memanggil saya dengan sebutan “Ustadz Arief” katannya karena saya bagai seorang Ustadz, memang sekarang saya sudah jarang nongkrong sama teman-teman di cafe, atau jajanan malam pinggiran jalan, saya juga sudah tidak melakukan cipika-cipiki sama bukan mukhrim. Lama kelamaan saya merasa Rendi itu Guru ngaji saya, dia telah membuka mata hati saya akan Agama islam. Namun saya tidaka bisa mengagungkan dia selayaknya Guru ngaji saya! Namun lebih tepatnya agi kami bagaikan saudara kandung, diman kami sangat akrab mulai dari tanya jawab masalah Agama, kehidupan, dan masa lalu/masa depan.
4 tahun kami tinggal satu atap dan stau Gedung kerja, kami selalu saling membantu, hingga tibalah saat yang paling menyedihkan, saat Rendi menikah di kampung dengan aeorang gadis yang dia sendiri belum pernah bertemu, orangtuanya yang menjodohkan, katanya dia anak seorang Ustadz.  Ayah si gadis itu meminta orangtua Rendi untuk menikahkan Anak Gadisnya dengan Rendi, dan meneruskan pesantren miliknya, Ustadz Salamn (ayah Gadis itu) meninggal 2 minggu yang lalu.
Saya tau keluarga Rendi kebingungan soal biaya pernikahan yang pastinya memerlukan uang yang tidak sedikit, akhirnya saya membantunya sebisa mungkin, saya berada di Rumah bersama keluarga Rendi seminggu sebelum hari pernikahannya. Saya mengambila banyak gambar, Video dan pelajaran tentang Hidup dari keluarga Rendi dan warga sekitarnya.
Meskipun saya berasal dari kampung, namun suasana kampung Rendi memang berbeda dengan kampung saya, memang setiap kampung pasti memiliki adat tradisi dan suassana yang berbeda beda.
Pesta pernikahan Rendi sangat Meriah, dengan tema adat daerah Sunda di balut dengan gaya Islami membuat sang Pengantin semakin mewah elegan dan Islami. Entah kenapa air mata ini tak kuasa ku bendung saat melihat kebahagiaan yang tersirat di wajahnya. Tentu saja dia bahagis karena memiliki seorang Istri Solehah, anak seorang Ustadz, dan akan membaktikan pada Agama sepenuhnya tanpa ada halangan.
Saya sedih tidak akan ada lagi teman satu rumah, tidak akan ada lagi orang yang akan membuatkan sarapan di rumah, ataupun yang akan membelikan sarapan di kantor, tidak akan ada lagi yang akan segera memperbaiki kerusakan di Rumah saya, tidak ada teman menonton TV ataupun DVD movie dan membahasnya.tidak akan ada lagi yang mengajari saya tentang Agama dan menjawab pertanyaan saya tentang Agama. Dan tidak ada lagi teman berbagi ketika banyak masalah kerjaan, tidak ada teman lari pagi di hari Minggu, tidak ada teman Fitness, dan tidak ada teman Solat berjamaah, ah, baru kusadari betapa banyak berperan Rendi dalam kehidupan saya 5,5 tahun terakhir ini. Lamunan saya buyar ketika Rendi mengajak saya untuk berfoto bareng dan Foto keluarga “bapak adalah bagian keluarga saya’ katanya sambil menyembunyikan tengisannya.
2 hari setelah pernikahan Rendi, saya memutuskan segera kembali ke rumah yang mungkin sekarang akan terasa sepi dan sunyi, saya berangkat hanya pamit kepada keluarga Rendi, saya tidak pamit karena Rendi masih sibuk atau dia kecapean.
Saya kembali ke rutinitas saya, saya terlihat lemas loyo dan tidak bersemangat, “gila, kamu Rief, kaya abis putus cinta aja” suara Gilang membuyarkan lamunan saya. Dia sengaja mengajak saya makan siang di tempat yang katanya paling enak makanannya. Kami berangkat ber 4, saya, Gilang, Neina, dan Ramli. Kami makan di tempat pinggiran jalan, memang enak makannannya, namun tak kuat dengan hawa panas yang terasa menyengat.
Di tebet ini memang soto betawi inilah yang paling enak dan ramai pengunjung anak Kantoran. Semenjak Rendi menikah dan tidak tinggal di Rumah saya, saya jadi sering keluar malam nongkrong bareng anak-anak kantor persis seperti dulu lagi, namun sekarang saya selalu ingat waktu Solat dan menunaikannya, dan alham dulillah kadang setiap hari juga saya selalu membaca Surat Yaasin, dan beberapa ayat Quran, dan kadang juga selalu menyempatkan diri Solat Berjamaah di Masjid setiap Subuh dan Magrib. kebiasaan itu tidak pernah saya tinggalkan sampai saya menikah dengan Nunik Anisa Wulandari. Dan meiliki 3 orang anak, etiap sebula 3 atau 4 kali Rendi selalu bersilaturahmi datang ke Rumah saya, untuk mengajari anak-anak saya Belajar Agama Islam, he he bukan saja ayahnya (saya) anak-anak saya juga Rendi ajarkan Ilmu-ilmu Agama.
Kadang juga saya ajak anak-anak saya berlibur ke kampung halamannya Rendi, untuk jalan-jalan, kebetulan anak-anak saya sangat suka dengan keluarga Rendi, terutama di pesantren Putra, banyak Santri,  dan pendududk yang ramah dan bersahaja.
Akhinya impian kami terwujud juga.
Terima Kasih Ya Tuhan, engkau telah mengirimkan Rendi dalam kehidupan kami. Mungkin dia petunjukmu untuk keluarga kami.
terima kasih Buat Owner Blog ini, telah mengijinkan saya menulis di sini! :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama Nama Bulan Dalam Agama Islam

“Abdi” Bahasa Sunda ( Warga Negara )

Kost kosan, kontrakan Murah daerah Bintaro