Benarkah ini jalan Hidup yang saya pilih? ( life Stories )
Kata-kata
di atas sering kali saya lontarkan kepada Nunik Aisyah “panggilan sayang saya
kepadanya”, nama aslinya Donita itu kata seorang Teman saya yang mengasih no
Haandphone dia kepada saya.
Usia
saya sudah lumayan untuk membangun sebuat Rumah tangga, namun bukan maalah Usia
yang menjadi kendala saya sampai saat ini, saya masih di hantui beberapa
perasaan seperti : 1. saya belum bisa mengurus diri saya sendiri, bagai mana
mengurus keluarga saya nanti?. 2. Saya
belum cukup ilmu pengetahuan tentang Agama, bagaimana saya akan menjadi Imam
bagu Anak-anak dan Isteri saya?. 3.
Nikah itu butuh Modal yang tidak sedikit, apalagi plan kedepannya setelah
menikah? 3 hal ini yang selalu menghantui saya setiap saat.
Lha
emang kamu sudah ada calon? Tiba-tiba pertanyaan itu yang mengagetkan saya!!
Ada saja yah, yang membuat masalah bati baru setiap saat J. Life must go on, santai
saja Alloh telah berjanji semua yang Allohu Robbana ciptakan selalu berpasangan, langit-Bumi, Matahari-Bulan,
Pagi-Siang, Neraka-Surga dan begitupun Manusia. So don’t worry be Happy. Yang
penting tetap berusaha dan berdoa.
Dulu
saya punya kenalan sewaktu Mondok (di pondok Pesantren), dia anak seorang Kiyai
yang sudah almarhum, dia Gadis yang cantik dan lumayan pandai dalam ilmu agama.
Sebut saja namanya Wafiroh. Saya kenal sama Wafiroh sudah lebih dari 10
tahunan, dan kami memang berteman bukan pacaran. Pertemanan kami tidak pernah
bertatap muka, kami hanya surat menyurat, surat yang kami tulis dengan bahasa
Sunda, namun dengan tulisan Arabic, atau dengan hurup simbol yang kami buat
agar tidak ada yang bisa membacanya. Lalu kami tulis di atas kertas, lalu kami
masukan ke dalam pelastik, dan kami simpan di dekat taman samping kiri Masjid,
persis dekat jalan Masuk ke Madrasah (Majlis tempat pengajian), dengan di
tindih sebuah Batu, kadang dengan Bata Merah yang terbuat dari tanah, atau
genteng. Agar tidak ada yang mencurigai.
Alhamdulillah
selama kami berkirim Surat, tidak ada yang mengetahuinya, baik itu santri
Lelaki, maupun Santri Wanita. Wah kebayang kalau kami ketahuan saling surat
Menyurat bisa di Hukum sama Lurah pesantren. Tapi kalau kebetulan kami mudik bareng,
kami sukaSMSan, dan kadang di Facebook juga.
Saya
sudah tau tentang kehidupan Wafiroh, begitupun wafiroh, sudah tau banyak
tentang kehidupan saya, karena kami selalu bercurhat sisi kehidupan kami.
Saya
punya teman di Pesantren, Orangnya baik
dan rajin juga ibadahnya, kalau kamu minat mengenalnya sms saja ini no Hp dia,
silahkan kenalan dengannya. Itulah isi sms dari Wafiroh. Ketika saya berkata kepada dia kalau saya
ingin menikah. Semenjak saya mendapat no temannya Wafiroh, saya jadi sering
smsan sama temannya Wafiroh, kamipun bekenalan namanya Nunik, itulah yang dia
akui namanya. Padahal saya sudah mengetahuinya bahwa nama dia bukan Nunik, tapi
namanya Donita. Namun “what is on a name”
Namun
ketika saya kembali ke Pesantren saya tidak bisa smsan dengan Wafiroh, maupun
dengan Donita, seperti biasa saya selalu surat menyurat dengan Wafiroh di
tempat biasa, di bawah batu dekat jalaan ke Madrasah. 4 tahun sudah saya
mengenal Wafiroh meskipun hanya bertemu 2 kali saja, itupun pas di Rumah Pak
kiyai waktu dia memasak untuk anak-anak santri yang bekerja di sawah kiyai
termasuk saya.
Meskipun
kami sudah sangat akrab dalam surat, namun ketika kami berpapasan kami seakan
belum pernah saling mengenal, bukan karena tidak pernah bertemu, namun karena
agama mengajarkan Malu itu sebagian daripada Iman, kami hanya saling melempar senyum (mungkin
isyarat “hai Farid” hai juga Wafiroh”) he he he
Semenjak
Wafiroh mengenalkan saya dengan Temannya, Donita, saya jadi semakin sering
mengirim surat, bahkan saya juga selalu mengirim surat untuk Donita melalui
Wafiroh, karena kami berteman sudah
cukup lama, jadi kami saling percaya, makanya saya tidak pernah risih ataupun
curiga untuk mengirim surat untuk Donita melalui wafiroh.
Suatu
waktu pernah kami menyusun Rencana Jahat, kami akan bertemu ketika kamu sudah
mudik, karena kami tidak berani bertemu di pesantren, bukan karena takut
ketahuan, namun karena kami telah berjanji ketika kami akan memasuki pesatren
bahwa kami tidak akan melanggar aturan-aturan Pesantren dan itulah janji kami
dengan Allohu Robbana, bukan dengan Kiyai ataupun Lurah pesantren. Kami juga
tidak mau bertahun-tahun kami belajar ilmu Agama namun ilmu kami tidak Manfaat
ataupun tidak Barokah. Namun Alloh belum mengkhendakinya, kami sampai sekarang
sudah hampir 3 tahun, namun saya belum bertemu dengan Donita, sekarang Donita
masih di pesantren, dan biasanya kalu dia mudik (pulang ke rumah dari
pesantrend) dia pasti sms saya, karena no hp saya sengaja tidak saya ganti.
Namun Donita, saya merasa berdosa seakan mengikatnya, padahal saya selalu
mengatakan padanya kalau ada lelaki yang lebih baik dari saya, silahkan duluan
ke pelaminan, jangan menunggu saya yang belum jelas masa depannya.
Tidak
terasa kejadian itu sudah berlalu 5 tahun yang lalu, sekarang saya menjadi
seorang Karyawan yang sebenarnya sangat bertentangan dengan ilmu yang saya
dapatkan, saya bekerja di Jakarta, Kota metropolitan, Kota yang dimana
masyarakatnya sangat egois, Cuex dan hidup masing-masing. Kota dimana
perzinahan sudah biasa dan tidak di anggap Tabu, dimana aurat adalah seni atau
gaya, makanya selalu di perlihatkan dimana-mana.
Jika
harus jujur sangat berteriak hati jiwa ini, kenapa harus seperti ini?, namun
inilah hidup, diman kita harus selalu berjalan agar tidak di tabrak orang lain,
dimana orang baik di Curigai atau di manfaatkan. Banyak orang-orang mengatakan
Ibu Kota lebih kejam daripada ibu Tiri. Disinilah dimana aturan di buat oleh
diri kita sendiri, mau salah apa tidak salah selama banyak yang melakukan maka
itu di anggap Wajar dan boleh di lakukan (Naudzubillah). Disinilah Uang menjadi
Tuhan dan di pertuhankan, dimana harga diri di pertaruhkan demi memiliki
benda-benda mewah dan bermerk, dimana Iman di lepaskan karena di anggap
Halangan untuk menuju kesuksesan. Disinilah Wanita dan lelaki di anggap sama,
makanya banyak yang tinggal serumah Lelaki dan Wanita yang belum Menikah.
Anak-anak
yang Dewasa lebih cepat, dimana manusia berteman dengan Mesin/elektronik,
dimana Game adalah satu kebiasaan untuk menghabiskan waktu, padahal kalo mau
menghabiskan waktu Bunuh diri aja ya!!.perselingkuhanpun sudah di anggap wajar.
Dan lain sebagainya, masih banyak yang sangat bertentangan dengan aaran Agama
yang selama ini saya pelajari dan amalkan. Andaikan saya mampuh, saya ingin
meninggalkan semua ini, dan memulai hidup baru di kampung, bersama isteri dan
anak-anak saya.
Setiap
ada masalah di tempat kerjaan, saya selalu curhat dengan Donita melalui sms,
kebetulan dia sudah lama tidak kembali lagi ke Pesanren, dengan alasan
Financial ayahnya, jadi dia memutuskan diam di rumah.
Lega
rasanya jika saya bisa smsan dengan Donita tentang permasalahan kehidupan, dan
dunia kerjaan. Meskipun Donita tidak tau menahu tentang dunia kerja dan
kehidupan saya di jakarta, namun dia selalu memberikan saya semangat baru.
Padahal saya belum bertemu sampai saat ini. Semoga saja saya bisa bertemu
denganmu Donita di pelaminan, tau di Akhirat “amin”
Komentar
Posting Komentar