Kampung yang sangat menyejukan indah dan tenang

Desember 2013

Aku berjalan dengan sangat tergesa-gesa, bukan karena takut ketinggalan Kereta, namun karena ingin secepatnya  menaiki Bis dan bisa duduk dengan santai di Bis yang menuju Purwakarta. Aku bersama keluargaku memang tinggal  di daerah Bandung barat, namun karena daerah kami lebih dekat dengan kota Purwakarta, di tambah lagi dengan biaya yang akan saya habis kan jika menaiki Bis jurusan Kota Purwakarta, jika dari jakarta mau pulang ke kampung halaman, kami biasanya menaiki Bis yang arah ke Purwakarta, bahkan jika lama menunggu Bis jurusan Purwakarta, kami selalu menaiki Bis jurusan Subang atau Cikampek.Karena saya belum memakan apapun apalagi minum, walau setespun  belum ada air yang memasuki ke dalam perutku ini. Aku menyempatkan berbelanja dulu di sebuah mini market di pinggiran jalan Pasar Rebo dimana Bis antar kota, antar Provinsi dari Terminal Kampung Rambutan semuanya akan melewati jalan ini. Tidak menunggu lama akhirnya datang juga Bis Yang dari 20 menit yang lalu aku menunggunya. Aku bergegas naik Bis dan mencari duduk paling depan yang kosong, yah sesuai pengalaman dari dulu saya selalu menjadi sasaran empuk para penjahat ibu kota yang sangat kejam ini, dimana semua orang tidak peduli dengan orang lain, atau mereka hanya menyelamatkan diri sendiri. Aku duduk di Kursi barisan ke 3 dari depan, karena yang paling depan sudah ada yang mengisinya.
Aku melepaskan Tas gendongku, dan juga tas laptop yang ku tenteng dari tadi. Huft rasanya tenang setyelah mendapatkan tempat duduk dan melepaskan semua beban ini, aku memasanga head set {ear phone}dan memutar beberapa lagu barat yang baru yang sudah ku seting sebelumnya,  dan mulai tertidur.
Aku terbangun sejenak, ku memastikan sudah sampai dimana perjalan Bis yang saya tumpangi ini, karena jalanan lancar tanpa macet,  aku melirik jam di tanganku ternyata sudah 2 jam semenjak saya tertidur  tadi, sudah dekat, mungkin sekitar 10 menit lagi saya akan turun dari Bis ini, saya segera memastikan barang bawaan saya siap dalam hitungan menit ku bawa turun dari Bis. Saya turun dari Bis dan menyambung lagi naik Angkot 2 x naik Angkot, dan sampai di rumah.
Rasanya sudah tidak sabar,  bukan karena ingin bertemu dengan keluargaku yang memang sudah tidak se Komplit dulu waktu aku di Batam, keponakan-keponakan yang sangat lucu dan membuatku selalu merasa senang bermain dengan mereka. Namun ada hal lain yang membuatku sengaja Mudik (pulang ke kampung Halaman), karena aku akan bertemu dengan Donita Gadis Pesantren (guru Agama) yang memang sudah lama kami berkenalan dan selama ini hanya berkomunikasi melalu SMS dan telephone, hampir setiap hari kami selalu berkomunikasi.
Namun ternyata alam semesta belum mendukung saya sepenuhnya, bagai mana tidak? Hujan turun begitu deras, dan memang cuaca di Kampung sedang musim Hujan. ‘mudah-mudahan besok tidak hujan” ucap hatiku saat kembali memasukan Motor Matic yang ku pinjam dari kakak lelaki saya, karena saya hanya memiliki hari ini dan hari esok saja,  maka inilah keputusan masa depan saya dengan Donita di Putuskan. Dengan turunnya Hujan aku hanya pasrah dan meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Donita karena tidak bisa hari ini ke rumahnya untuk bertemu dengan dia dan orangtuanya.
Suara hujan seakan nyanyian duka untuk diriku yang  terdengar begitu sangat merdunya. Aku berkumpul dengan  orang-orang  rumah yang sudah lama tidak bertemu, biasanya kalau kami sedang berkumpul seperti ini, ibu saya selalu bercerita tentang kejadian-kejadian yang terjadi sepanjang saya bekerja di jakarta selama 4 Bulan, dulu memang saya selalu pulang setiap Bulan, kadang sebulan sampai 2x pulang kampung halaman,  namun setelah ayah  dan juga kakak lelaki  pertama kami meninggal, rasanya berat jika saya harus mengenang mereka setiap kali pulang ke rumah. Begitu cepat mereka meinggalkan kami, tentu saja saya tidak pernah menganggap ini sudah biasa, tetap saja selalu menangis jika harus mengingat kenangan-kenangan tentang mereka. Maksud saya tentang orang-orang yang saya cintai, mereka selalu pergi meninggalkan saya sendirian. Orang-orang saya semuanya tinggal di samping tuhan sekarang, tidak bisa ku sentuh, tidak bisa ku lihat, dan tidak bisa ku meminta nasihatnya, karena hanya dapat mengenangnya saja.
Karena mereka selalu nyata ketika air mata saya berlinang membasahi pipi, seakan mereka terasa nyata, meskipun aku menangis saat seorang sahabat yang selalu menganggapku  Brother, dialah sahabat baruku yang ku temukan di rumah Tuhan. Aku juga menangis saat akan berpisah dengan seorang gadis yang satu kerjaan, padahal waktu itu kami barusaja 8 bulan bersama membangun kepercayaan satusama lain, mungkin karena itu cinta pertama saya, jadi saya tidak bisa menahan air mata saat kami berpisah sementara dengan di saksikan hujan yang sangat deras dan sebuah payung biru yang melindungi kami dari curahan hujan yang mewakili curahan isi hatiku meskipun tidak semuanya tersampaikan. Namun air mata itu seakan nyata, aku mengingat ketika aku  memeluk ibu dan saudara perempuanku sambil menangis begitu bebas lepas dan tidak peduli dengan apapun, saat saya pulang ke rumah dengan penuh perjuangan dari Pulau Batam, dan ternyata ayah saya sudah di makamkan. Aku tak sadar menangis sampai tertidur di bangku depan rumah yang terasa sejuk karena di sekeliling rumah kami masih terdapat begitu banyak pohon-pohon. Tadi malam Aku masih membayangkan apa saja yang membuatku menangis sepanjang hidupku??
“bangun solat Subuh dulu” suara ibu yang sudah lama tidak pernah terdengar selama saya merantau ke Batam 4 yahun yang lalu, suara yang selalu membangunkan tidurku yang nyenyak untuk menghadap sang pemberi ketenangan dalam tidurku.
Ku lihat jam di Smartphoneku ternyata jam menunjukan jam 04 :11 pagi, owh suasana sangat dingin, rasanya lebih nikmat untuk melanjutkan tidurku ini. Namun suara ibu yang membacakan ayat-ayat alQuran membuatku terbangun dan segera mengambil air Wudhu dan meluncur ke Masjid.
Saya masih ingat masa kecil dimana kami anak-anak yang selalu di marahin oleh ayahanda yang sangat mencintai kami, jika sudah terdengar adzan Subuh namun kami masih tidur. Sekarang suara itu tidak akan ada lagi karena ayahanda kami sudah kembali ke hadapan Tuhan, untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama hidup di Dunia.
Suasana rumah semakin seru ramai dan menyenangkan, ketika seudara-saudara kami berkumpul di rumah ibunda kami, membawa anaknya masing-masing, menambah keceriaan suasana Rumah.
Saya tidak akan pernah sanggup meninggalkan semua keluarga saya saat ini, saya mencintai mereka, meskipun kadang sering berselisih paham, dan berebut pemikiran, namun saudara tetaplah saudara sedarah.
Saya bangga, bahagia menjadi anak kampung, terlahir di kampung. Bukankah 9 dari 10 orang-orang hebat berasal dari keluarga miskin dan berjuang sendiri dengan restu orang-orang yang mencintainya, termasuk manusia no 1 di dunia “nabi Muhammad SAW’
inilah beberapa foto dan Video keindahan kampung Halaman saya, yang tidak pernah bosan untuk saya nikmati suasananya, pemandangannya, dan orang-orangnya. 

Pratasasti saat PLTA Cirata selesai di bangun


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nama Nama Bulan Dalam Agama Islam

“Abdi” Bahasa Sunda ( Warga Negara )

Kost kosan, kontrakan Murah daerah Bintaro