Masa lalu yang tidak akan pernah terulang
Tiada kisah paling indah. Selain masa Kenakalan anak Tahun 90- Milenium seperti kisah saya dan beberapa teman kecil saya di kampung halaman.
Saya masih ingat waktu ketika masih duduk dibangku kelas 6 SD ( Sekolah dasar) dimana setiap hari selalu saja melakukan kenakalan lalu dapat hukuman, lalu melakukannya lagi. Kami tidak mengenal kata lelah, manja dan lebay, kehidupan kami sangat keras dan sangat bahagia walau serba kekurangan ataupun sangat Sederhana, bahkan meskipun ada beberapa teman sekolah yang kaya raya, tapi mereka tidak pernah sombong ataupun angkuh, tidak pernah merasa ada perbedaan apapun disekolah maupun di tempat main, karena kami bukan generasi micin, bukan generasi milenial, bukan juga kids jaman now, kami tidak pernah mengenal cabe cabean ataupun terong-terongan. Yang hidup masing-masing dan asik dengan dunianya masing-masing.
Yang paling berkesan ketika setiap pulang sekolah (Alhamdulillah saya dan teman tidak pernah bolos) saya bersama teman-teman sering kali mengumpulkan uang jajan, meskioun kebanyakan dari kami tidak pernah membawa uang jajan, lalu membeli Rokok ke warung dengan alasan disuruh si amang (Paman), lalu kamu pergi ke kebun yang banyak pohon tinggi dan rimbun, kami memanjat pohon tinggi dan melakukan aksi nakal yaitu merokok secara bergantian, kalau tidak kebeli Rokok, kami biasanya menggunakan batang pohon umbi manis yang besar, atau pohon Roay yang sudah kering biasanya di kebun dengan mudah di temukan. Namun aksi kami Tetap saja ada warga yg memergokin kami dan kami dipaksa turun dari pohon tinggi dan dimarahin, di jewer kuping kami, kami nangis bareng dan saling mengalahkan. Dan sejak saat itu kami tidak pernah melakukannya sampai kami sudah beranjak dewasa. Namun kebiasaan nakal lainnya selalu saja kami lakukan, seperti mencuri kelapa muda dari pohon kelapa orang lain yang kami lewati sepulang sekolah, atau berenang di Empang yang banyak ikannya, kadang kalau ketangkep ikannya ya kami bawa pulang dan nanti malamnya sepulang ngaji kami akan bakar-bakaran dan masak nasi liwet , padahal kalau ketahuan sang pemilik empang itu tentu saja kami akan di jewer dan di laporkan ke orangtuanya masing-masing, lalu kami dapat hukuman extra dari orangtua masing-masing yang lebih parah dan lebih berat. Dan besoknya tangan atau betis kami memar-memar hasil dari kenalan kami, hukuman dari orangtua masing-masing, dan kami tetap saja pulang sekolah selalu merencanakan apa saja selalu ada kegiatan yang harus dilakukan bersama-sama.
Kami biasanya sudah miliki tanggung jawab untuk mencari Rumput buat makanan kambing orangtua kami, ataupun mengambil kayu bakar untuk masak, kalau tidak ada kayu bakar maka ibu kami tidak akan memasak. Dan itu sudah tradisi menjadi kewajiban anak lelaki walaupun masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Kami juga jarang membawa uang jajan, karena kami jarang jajan disekolah, dateng sekolah kami langsung ngumpul membahas kegiatan yang akan dilakukan sepulang sekolah nanti, kadang membahas acara tv yang akan kami tonton hari Minggu yang akan datang, karena kami hanya punya waktu nonton tv setiap minggu pagi saja sampai jam 11-12 siang, itupun nonton bersama di Rumah tetangga, TV yang masih hitam dan putih gambarnya, yang menggganti Chanel harus diputar tombol yang ada di tv nya, dan itu membuat yang punya tv malas untuk gonta ganti Chanel kebetulan kalau hari Minggu pagi semuanya tontonan tv khisis untuk anak-anak dan sangat mendidik generasi bangsa, tidak seperti sekarang yang saya lihat sangat miris, dan berbahaya bagi mental generasi bangsa.
Ada juga tetangga kami yang memiliki TV berwarna, namun biasanya orang yang sangat kayaraya di kampung kami yang memiliki TV berwarna, dan kami meskipun masih Anak-anak tetap saja merasa sangat segan untuk masuk kerumahnya.
Kadang kami berenang di kali dan sungai sampai lupa makan lupa waktu lupa tugas dan Lupa segalanya, sadar-sadar ada salahsatu orangtua kami yang datang membawa sapu lidi marah-marah karena sudah mau Magrib belum juga pada pulang, dan kami semua di marahin dan di suruh pulang semuanya, Karena di kampung kami sudah menjadi tradisi Selalu melakukan Sholat magrib di masjid dan belajar ngaji sampai waktu isya tiba, dan kami pulang, kadang kami nginep di masjid, kami patungan beras perorang 1 cangkir, untuk kami masak nasi liwet, dan lauk pauknya seadanya saja, apa yang ada di kebun guru ngaji kami, seperti cabe rawit, kayu bakar, lalapan kadang juga main ambil aja apapun yang bisa dimanfaatkan di kebun tetangga, besoknya kalo ketahuan baru minta maaf, kalau tidak paling nanti ditanya sama guru ngaji itu darimana? Dan kami takut kalau berbohong, makanya kami suka mengaku kalau itu minta, to belum ijin.
Kadang kami membuat baling-baling dari bambu ataupun kayu pohon tisuk, kami tidak pernah membeli mainan, karena kami jarang memegang uang, kalau bukan di suruh belanja ke warung sama orangtua kami. Dan selama salahsatunya dari kami ada yang bisa membuatnya, seperti Panggal (Gangsing kayu), Kolecer (Baling baling bambu/Kayu). jajangkungan ( engrang). Mobil-mobilan mainan lainnya.
Masa kecil kami selalu diajarkan hal hal baik sama orangtua maupun guru sekolah ataupun guru ngaji, tapi kadang kami suka melanggarnya, namun kami tidak takut ataupun malu mengakui kesalahan dan meminta maaf, walaupun kadang kami mengulanginya lagi.
Teman nakal kecil kami sudah ada dua orang yang di panggil Robb, kadang saya suka mendoakan mereka, semoga bahagia di alam sana, bagaimanapun juga kami pernah saling mewarnai hidup kami tanpa ada kepalsuan tanpa ada apapun yang disembunyikan.
Namun kehidupan terus berjalan, kami harus mengikuti alur mengikuti arus karena kami tidak ingin terlindas oleh kemajuan zaman.
Lalu Sekarang kami sudah menjadi Sugardady dan kami sibuk dengan kehidupan masing-masing, yang kadang bertemu cuman say to hai, dan ada juga yang tidak bertegur sapa seakan kami tidak pernah memiliki Masalalu yang sangat indah, padahal kami saling merindukan masa-masa seperti dulu.
Begitulah kisah masa kecil kami yang sangat Indah dan tidak akan pernah bisa dilupakan dan lebih berharga dari apapun.
Komentar
Posting Komentar